Diktisaintek Berdampak: Pergeseran Paradigma Riset Kampus Menuju Solusi Masalah Bangsa


Pada hari Selasa, 7 Oktober 2025, saya mendapat kehormatan untuk menjadi keynote speaker pada 12th Intenational Scholar Conference yang diselenggarakan oleh Universitas Klabat, bekerjasama dengan Asia-Pacific International University, Adventist University of the Philippines, and Universitas Advent Indonesia. Pada kesempatan tersebut, saya memaparkan sebuah visi strategis yang tengah mengubah lanskap pendidikan tinggi di Indonesia: yaitu Program "Diktisaintek Berdampak .

Berikut adalah ringkasan dari pemaparan saya pada koneferensi tersebut:

Dunia kini menghadapi "masalah pelik" (wicked problems) yang kompleks dan saling terkait—mulai dari krisis iklim global, disrupsi masif kecerdasan buatan (AI), hingga persoalan mendasar seperti krisis pangan, energi, dan kemiskinan. Tantangan-tantangan ini terlalu besar untuk dipecahkan oleh satu negara atau satu disiplin ilmu saja. Untuk itu, kolaborasi lintas batas dan lintas ilmu menjadi sebuah keniscayaan.

Menyadari realitas ini, pendidikan tinggi di Indonesia sedang melakukan pergeseran strategis yang mendasar. Visi yang kami usung, "Diktisaintek Berdampak", adalah komitmen untuk memastikan perguruan tinggi tidak lagi hanya berfungsi sebagai "menara gading" ilmu pengetahuan yang terisolasi, melainkan menjadi kekuatan pendorong perubahan nyata di masyarakat. Kata kuncinya bukan hanya Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek), tetapi adalah Dampak.

Pergeseran Paradigma: Dari Output Jurnal Menuju Solusi Nyata

Inti dari transformasi ini adalah perubahan cara kita mengukur keberhasilan akademik. Dahulu, tolok ukur utama kesuksesan seorang dosen atau institusi adalah output publikasi ilmiah, yaitu jumlah makalah yang terbit di jurnal-jurnal internasional.

Kini, fokus kita telah bergeser tajam dari kuantitas output menuju kualitas outcome dan dampak nyata.

Pertanyaan krusialnya bukan lagi, "Berapa banyak makalah yang sudah kita tulis?" melainkan, "Berapa banyak masalah riil yang sudah berhasil kita pecahkan, dan seberapa besar kontribusi kita pada kemakmuran nasional?" Riset harus menjadi alat vital yang secara langsung mendukung visi besar Indonesia Emas 2045, terutama dalam mewujudkan kemandirian nasional di sektor pangan, energi, dan memperkuat sumber daya manusia unggul yang menguasai sains dan teknologi.

Empat Pilar Strategis Aksi Nyata

Untuk mewujudkan pergeseran paradigma ini, cetak biru Diktisaintek Berdampak dibangun di atas empat pilar strategis yang saling menguatkan, memastikan riset tidak hanya berhenti di laboratorium atau ruang seminar:

1. Memperkuat Sumber Daya Manusia Unggul

Pilar pertama adalah tentang talenta. Kita harus memastikan akses pendidikan tinggi yang berkualitas tersedia luas, terutama bagi mereka yang berpotensi namun kurang mampu, melalui program seperti KIP Kuliah. Lebih jauh, kita mempercepat pengembangan talenta peneliti kelas dunia melalui inisiatif seperti PMDSU (Program Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul). Tujuannya sederhana: menghasilkan lulusan dan peneliti yang siap bersaing, berinovasi, dan memimpin di tengah tantangan global.

2. Mengubah Kampus Menjadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi (Hilirisasi Riset)

Pilar ini adalah jantung dari dampak ekonomi. Riset yang brilian tidak boleh hanya tersimpan di rak perpustakaan. Kita fokus pada "hilirisasi" ilmu pengetahuan.

Sebagai contoh, sebuah penemuan varietas padi unggul yang tahan kekeringan harus segera diujicobakan dan diproduksi massal melalui kemitraan dengan sektor industri pertanian, alih-alih hanya menjadi temuan di jurnal. Ini berarti kita membangun ekosistem yang mengubah temuan laboratorium menjadi produk nyata, startup baru, dan pada akhirnya, lapangan kerja yang menyejahterakan bagi masyarakat.

3. Menjadi Pusat Riset untuk Akselerasi Kebijakan (Evidence-Based Policy)

Perguruan tinggi harus menjadi mitra strategis utama pemerintah. Riset kita harus menjadi sumber data dan solusi berbasis bukti (evidence-based solutions) yang digunakan untuk menyusun kebijakan publik.

Sebagai ilustrasi, sebelum pemerintah mengambil keputusan besar mengenai transisi energi atau pembangunan infrastruktur di suatu wilayah, data dan analisis dari kampus harus menjadi panduan utama. Ini memastikan keputusan negara menjadi lebih cerdas, efektif, dan tepat sasaran, seperti yang dipelajari dalam Administrasi Publik.

4. Memberikan Otonomi Perguruan Tinggi yang Lebih Besar

Pilar terakhir memberikan kepercayaan dan kebebasan (autonomy) yang lebih besar kepada kampus untuk berinovasi dan bersikap tangkas (agile) dalam merespons tantangan lokal maupun global. Setiap kampus memiliki kekuatan dan kekhasan unik. Dengan otonomi, sebuah universitas di pesisir dapat fokus mengembangkan riset maritim yang berdampak, sementara universitas di pegunungan dapat fokus pada agro-teknologi, tanpa harus terikat pada seragam regulasi yang menghambat kreativitas.

Ajakan Kolaborasi Lintas Bidang

Visi Diktisaintek Berdampak hanya akan terwujud melalui kolaborasi Quadruple-Helix yang kuat—antara Akademisi, Industri, Pemerintah, dan Komunitas (Masyarakat).

Pada akhirnya, kita harus berani meruntuhkan sekat-sekat (silos) yang membatasi fakultas, departemen, bahkan universitas. Para pemimpin kampus, peneliti, dan dosen diundang untuk menyatukan pengetahuan kita, melampaui batas-batas studi masing-masing, dan bersama-sama mengatasi "masalah pelik" dunia yang tidak mengenal batas disiplin ilmu.

Dengan fokus pada empat pilar ini, kita memastikan bahwa sains dan riset yang kita hasilkan memberikan dampak terbaik bagi masa depan bangsa, menciptakan kemakmuran yang inklusif dan berkelanjutan.



Posting Komentar

0 Komentar