Pemberian subsidi pupuk dan bibit padi oleh Pemerintah terbukti dapat meningkatkan produksi pangan. Namun di sisi lain produktivitas sektor pertanian mengalami penurunan, salah satunya dikarenakan teknologi dan hasil-hasil litbang pertanian tidak dimanfaatkan secara optimal dan tepat guna. Menurut Menristek, Suharna Surapranata, solusi klasik untuk mengatasi masalah ketahanan pangan seperti peningkatan anggaran litbang dan kuantitas SDM, kurang efektif tanpa mensinergikan hasil litbang dan meniadakan tumpang tindih riset.
“Meniadakan tumpang tindih riset dan mensinergikan hasil-hasil penelitian adalah bagian dari kontrak kinerja saya dengan Bapak Presiden” ungkap Suharna dalam arahannya pada Sidang Paripurna I Dewan Riset Nasional 2010, yang diselenggarakan di Graha Widya Bakti, Puspiptek Serpong. Turut hadir pada pertemuan tersebut, Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN), Muhammad Zuhal; Ketua Dewan Riset Nasional, Andrianto Handojo; Sekretaris Menristek, Mulyanto; Para Staf Ahli dan Deputi Menristek, serta para anggota Dewan Riset Nasional.
Untuk meniadakan tumpang tindih riset, lanjut Menristek, harus dilakukan pemetaan riset sesuai dengan Agenda Riset Nasional yang diarahkan kepada Riset Dasar, Riset Terapan, Peningkatan Kapasitas Produksi dan Percepatan Difusi. Lembaga Litbang, Perguruan Tinggi dan Industri diharapkan mengambil peran sesuai arah dan pemetaan riset yang telah dilakukan pemerintah. “Karena dana insentif terbatas sedangkan bidang riset sangat banyak, maka kita harus punya arah yang sifatnya monumental. Sehingga Program Insentif tahun ini kita arahkan pada bentuk semi top down” papar Suharna.
Strategi Kementerian Ristek lainnya dalam mengatasi tumpang tindih riset adalah menyeimbangkan supply-push dan dan market-driven dengan menyerap kebutuhan pengguna, termasuk dari sektor industri. Menristek berharap adanya kebutuhan dari sektor industri untuk menggunakan hasil litbang dalam negeri. Oleh karena itu, komunikasi yang efektif harus dibangun antara pemerintah dan industri. “Kita harus senantiasa menjemput bola dari industri”, tegas Suharna.
Sementara itu, Ketua KIN, Muhammad Zuhal dalam sambutannya membenarkan strategi Kementerian Ristek terkait hubungan antara hasil litbang dengan sektor industri tersebut. Zuhal memaparkan strategi tersebut selaras dengan misi jangka menengah KIN yang berkaitan dengan Eco-Innovation. “Eco-Innovation adalah Inovasi yang bisa memutar roda perekonomian. Bukan Inovasi yang berhenti dalam bentuk pilot project dan jurnal ilmiah yang tidak ada kaitannya dengan dunia industri sehingga tidak memberikan kontribusi sama sekali terhadap kekuatan inovasi nasional kita” ujar Zuhal.
Di penghujung rangkaian acara pembukaan Sidang Paripurna DRN tersebut, Direktur PT. Tesena Inovindo, Titah Sihdjati Riadhie, tampil menyampaikan kisah sukses ECG 12 Leads (Electrocardiogram) sebagai hasil riset yang kemudian diserap industri. Sistem ECG 12 Leads dirancang untuk memungkinkan akses masyarakat di daerah pedalaman akan layanan kesehatan jantung. ECG 12 dioperasikan oleh tenaga medis atau paramedis yang tersedia di daerah kemudian dihubungkan menggunakan koneksi GSM/CDMA/internet/PSTN secara realtime dengan layanan dokter ahli jantung atau pusat kesehatan jantung yang ada di kota. Perancangan Prototipe ECG 12 Leads dibiayai oleh Sistem Insentif RISTEK tahun 2009 dan masuk dalam buku 101 Indonesia Innovations sebagai salah satu inovasi paling prospektif tahun 2009. (munawir)
0 Komentar