Seharusnya Ada Pelukan Terakhir

Abba, begitu saya dan saudara saya memanggil ayah kami, sudah wafat 12 tahun yang lalu. Abba wafat di usia 65 karena serangan jantung tepat selesai bertanding tennis di kantornya (PTA Kendari). Waktu itu Abba memang sudah didiagnosa jantung koroner, namun setelah terapi Abba merasa sehat dan kembali beraktivitas normal, termasuk bertanding di olahraga favoritnya. Selama hidupnya, Abba sangat sehat bahkan seingat saya tidak pernah sekalipun Abba dirawat di rumah sakit. 

Usia saya 28 tahun ketika Abba wafat, namun belum begitu banyak momen kebersamaan yang bisa saya kenang dengan Abba. Di usia 12 tahun saya masuk ke asrama selama 6 tahun. tidak lama setelah saya tinggal kembali di rumah selama kuliah, giliran Abba yang harus bertugas di luar Makassar (Maluku dan Sulawesi Tenggara). Momen-momen yang masih terekam, diantaranya ketika masih SD saya biasa diajak jalan naik motor, saya juga sering diminta untuk mencabut uban Abba ketika beliau tidur dengan upah 50 rupiah per helai, hehehe.. kadang saya mark up dengan nyabut yg masih hitam juga biar upahnya nambah. Semasa SMA, interaksi saya dengan abba hanya ketika saya libur ramadhan dan saya jadi driver yang mengantar Abba keliling dari masjid ke masjid untuk ceramah tarawih. 

Sosok abba di mata saya adalah sosok yang pendiam dan sabar. Seingat saya Abba tidak pernah marah. Saya hanya pernah spontan sekali dipukul ketika baru lulus SD, itupun saya rasa wajar karena waktu itu kesalahan saya cukup fatal. Walaupun beliau tidak ekspresif, saya tahu di dalam hati Abba sangat sayang kepada anak-anaknya. Abba juga sosok yang senang membantu orang lain dan tidak pernah pelit, apalagi ke anak-anaknya. Abba juga sangat ramah kepada staf-stafnya di kantor, selepas Abba meninggal saya banyak mendengar cerita-cerita kebaikan Abba dari orang-orang yang pernah bekerja dengannya.

Selepas kuliah, saya pindah ke Jakarta sedangkan Abba sudah menetap di Ambon. Interaksi kami hanya ketika libur Iedul Fitri dimana kami pasti mudik ke Makassar. Selebihnya kami hanya berkomunikasi via telepon atau bertemu di Jakarta kalau beliau sedang ada kegiatan di sana. Beliau pasti memanggil saya untuk datang ke hotel beliau untuk sekedar ngobrol atau makan bersama. 

Dua pekan sebelum Abba wafat, beliau tugas ke Jakarta dan seperti biasa kami janjian untuk ketemu. Karena Abba menginap di Wisma Haji, Abba mengajak makan di salah satu RM Padang di Jalan Jaksa, tidak jauh dari kantor saya saat itu di Gedung BPPT di Thamrin. Setelah makan, seperti biasa saya pamit hanya dengan salaman dan cium tangan. Seandainya saya tahu bahwa momen makan malam itu adalah momen kebersamaan saya yang terakhir dengan Abba, pasti akan saya minta satu pelukan terakhir yang lama T_T

Buat yang masih punya ayah atau Ibu, sering-sering ya berikan pelukan ke mereka. Bisa jadi itu pelukan terakhir kita dengan mereka.







0 Komentar