Perguruan Tinggi sebagai Jantung Pembangunan: Visi Menteri Diktisaintek untuk Indonesia Emas 2045


Apresiasi untuk Para Ujung Tombak Pendidikan

Dalam pembukaan resmi Konferensi Puncak Pendidikan Tinggi Indonesia (KPPTI) 2025 di Universitas Negeri Surabaya, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada para dosen di seluruh Indonesia. Menurutnya, ujung tombak pendidikan tinggi sesungguhnya berada di pundak para dosen dan pimpinan perguruan tinggi.

"Kami di Jakarta merumuskan dan menetapkan kebijakan, tetapi pelaksana paling menentukan adalah Bapak Ibu dosen dan pimpinan perguruan tinggi di seluruh Indonesia," ujar Menteri Brian. "Ujung tombak lahirnya sumber daya manusia unggul ada di kelas, di laboratorium, di desa dampingan, di tengah masyarakat—tempat Bapak Ibu mengabdi."

Menteri Brian mengaku sering terharu melihat perjuangan para dosen di media sosial: dengan segala keterbatasan, mereka tetap semangat mengajar, meneliti, dan membimbing mahasiswa. Ketulusan mereka untuk memajukan anak-anak bangsa menjadi modal besar Indonesia ke depan.

Pola Global: Kampus Unggul = Ekonomi Maju

Sebelum merumuskan strategi pendidikan tinggi Indonesia, Menteri Brian mengajak hadirin memahami pola global yang sangat penting: di hampir semua negara maju, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang kuat selalu ditopang oleh perguruan tinggi kelas dunia.

Contoh nyata dapat dilihat di berbagai belahan dunia:

  • California tumbuh sebagai pusat ekonomi dan teknologi berkat Stanford, Caltech, UC Berkeley, UCLA, dan jaringan kampus lainnya
  • Boston, New York, Pennsylvania menjadi pusat inovasi karena kehadiran MIT, Harvard, Princeton, dan Columbia
  • Greater London di Eropa ditopang Oxford, Cambridge, Imperial College, UCL, dan LSE
  • Kota-kota Asia seperti Tokyo, Beijing, Shanghai melesat karena jaringan perguruan tinggi unggul yang menjadi motor inovasi

Ada benang merah yang jelas: semakin banyak kampus unggul di suatu wilayah, semakin banyak pusat pertumbuhan ekonomi, dan semakin maju negara tersebut.

"Pendidikan tinggi bukan sekadar bagian dari sistem pendidikan, melainkan jantung pembangunan itu sendiri," tegas Menteri Brian. "Perguruan tinggi, bersama ekosistem industri, pemerintah, dan masyarakat, adalah pusat penggerak peradaban."

Kampus Bukan Menara Gading: Kolaborasi adalah Kunci

Menteri Brian menekankan bahwa perguruan tinggi tidak bisa berjalan sendiri dan tidak boleh menjadi menara gading yang terlepas dari kebutuhan masyarakat dan industri. Kampus harus menjadi pusat kolaborasi aktif.

Dengan nada tegas namun bersahabat, beliau menyampaikan pesan kepada para rektor: "Rektor jangan terlalu sering hanya di kampus. Sering-seringlah mendatangi industri, pemerintah daerah, dan pelaku UMKM. Tanyakan: 'Apa yang bisa kami bantu? Apa yang bisa kita kerjakan bersama? Sumber daya kampus kami bisa berkontribusi di bagian mana?'"

Memanfaatkan Diaspora Akademik

Salah satu terobosan yang sedang dirancang adalah regulasi double affiliation untuk diaspora Indonesia di luar negeri. Saat ini ada lebih dari seribu diaspora akademik Indonesia yang tersebar di berbagai negara.

Menteri Brian mengajak perguruan tinggi untuk mulai menjalin komunikasi dengan mereka: mengundang sebagai dosen tamu, pembimbing S3, mitra riset, dan penghubung dengan industri global. Meskipun mereka tidak bisa mengajar rutin, kontribusi mereka dalam penelitian kolaboratif dan transfer pengetahuan akan sangat berharga.

"Jika kampus-kampus kita mampu membangun ekosistem kolaboratif semacam ini secara serentak, saya yakin Indonesia akan memiliki fondasi pembangunan yang kokoh dan tidak mudah tergoyahkan," kata Menteri Brian.

Dari Paper ke Produk: Riset yang Berdampak Nyata

Meski publikasi ilmiah tetap penting dan harus terus didorong, Menteri Brian menegaskan bahwa bangsa ini membutuhkan lebih dari sekadar paper dan jurnal. Riset harus memiliki jalur transformasi yang jelas:

  • Paper → Prototipe
  • Prototipe → Inovasi
  • Inovasi → Produk industri
  • Produk industri → Kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat

Delapan Sektor Industri Strategis

Kementerian telah menetapkan delapan sektor industri strategis masa depan yang harus menjadi fokus perguruan tinggi:

  1. Pangan
  2. Kesehatan
  3. Energi
  4. Hilirisasi dan industrialisasi
  5. Digitalisasi, AI, dan semikonduktor
  6. Material dan manufaktur maju
  7. Pertahanan
  8. Maritim

Dalam kerangka ini, laboratorium, pusat riset, dan fakultas harus menjadi simpul inovasi yang terhubung langsung dengan kebutuhan industri dan kebijakan pemerintah.

Tema Kajian Strategis Nasional

Atas permintaan langsung Presiden, perguruan tinggi juga diminta mengkaji berbagai topik strategis nasional, antara lain: garam nasional, pembangkit listrik tenaga surya, logam tanah jarang, kompor listrik, pengelolaan sampah, dan PLTN.

Kementerian sedang memetakan: di tahun 2035 dan 2045, apa saja yang harus menjadi "made in Indonesia" yang betul-betul dikuasai dan diproduksi sendiri. Perguruan tinggi harus bertransformasi menjadi value creation center yang mengubah pengetahuan menjadi inovasi, inovasi menjadi industri, dan industri menjadi kemajuan bangsa.

Kampus sebagai Jembatan Mobilitas Sosial

Di tengah fokus pada inovasi dan kolaborasi industri, Menteri Brian tidak melupakan fungsi sosial perguruan tinggi. Kampus tidak boleh menjadi tembok pemisah antara yang mampu dan tidak mampu. Setiap anak bangsa, dari kota besar maupun desa terpencil, dari keluarga berada maupun sederhana, harus punya kesempatan yang sama untuk kuliah.

Menteri Brian menyampaikan terima kasih kepada perguruan tinggi yang terus membuka pintu bagi calon mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Beliau mengaku mengikuti berbagai kisah inspiratif di media sosial tentang mahasiswa yang disambut langsung oleh rektor meski datang tanpa ongkos, atau mahasiswa dengan kondisi ekonomi sangat berat yang tetap diberi ruang untuk belajar.

Pengalaman Langsung di Kantin Unesa

Menteri Brian berbagi pengalaman pribadinya saat makan di kantin Unesa. Ketika bertanya kepada beberapa mahasiswa tentang biaya hidup bulanan mereka, ada yang menjawab Rp400.000, ada yang Rp500.000.

"Rp400.000 sebulan—sementara kita mungkin sekali makan bisa Rp100.000," refleksi beliau. "Dari anak-anak seperti inilah, yang hidup sederhana tetapi memiliki tekad dan semangat tinggi, sering lahir tokoh-tokoh besar bangsa."

Menteri Brian meyakini bahwa kampus yang banyak membantu anak-anak seperti ini tidak akan rugi, justru akan dimudahkan di banyak hal. Ini adalah investasi sosial yang nilainya sangat besar.

Komitmen Pelayanan Prima untuk Dosen

Menyadari masih banyak keterbatasan—dana riset belum besar, insentif dan tunjangan dosen masih jauh dari ideal—Menteri Brian berkomitmen untuk memastikan layanan kementerian tidak mempersulit dosen.

"Berikan layanan terbaik untuk dosen," pesan beliau kepada tim di kementerian. Menteri Brian membuka pintu selebar-lebarnya bagi dosen yang ingin menyampaikan keluhan langsung.

Beliau berbagi cerita tentang dosen yang mengajukan tugas belajar sejak lama namun SK belum turun. Setelah mengirim pesan langsung, hari itu juga SK diproses dan diterbitkan. Dosen tersebut menjawab dengan penuh syukur.

Visi Manajemen Karir Dosen

Salah satu yang masih perlu diperbaiki adalah manajemen jenjang karir. Menteri Brian memiliki visi ideal: dosen tidak perlu repot mengurus sendiri kenaikan pangkat. Bayangan idealnya, suatu hari dosen sedang sibuk mengajar dan meneliti, tiba-tiba ditelepon Direktur SDM yang memberitahu bahwa angka kredit sudah cukup dan kenaikan pangkat akan diproses—tanpa perlu mengurus berkas yang rumit.

"Memang sulit, saya akui. Saya dulu juga ingin menerapkan itu ketika menjadi dekan, dan ternyata tidak mudah. Tetapi itu ideal yang seharusnya kita tuju," ujar beliau dengan jujur.

Menteri Brian juga menerima keluhan tentang dosen yang mendekati batas usia pensiun padahal angka kreditnya tertahan. Ini sangat disayangkan karena sebenarnya bisa diselesaikan lebih awal bila sistem pendukung sudah baik.

Tiga Pilar Perguruan Tinggi Indonesia

Menteri Brian merangkum bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk melompat lebih jauh, namun peluang itu hanya bisa diwujudkan jika perguruan tinggi Indonesia memiliki tiga karakteristik:

  1. Kuat - memiliki kapasitas riset dan SDM yang mumpuni
  2. Inklusif - memberikan akses adil bagi semua lapisan masyarakat
  3. Berdampak Nyata - menghasilkan inovasi yang berkontribusi pada pembangunan

KPPTI 2025: Momentum Konsolidasi Nasional

KPPTI 2025 bukan sekadar pertemuan biasa. Forum ini adalah momentum konsolidasi nasional: tempat berbagi praktik baik, saling belajar dari yang lebih maju, menguatkan yang masih tertinggal, dan bersama-sama memastikan bahwa pendidikan tinggi benar-benar menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.

Kementerian sangat terbuka terhadap masukan, usulan, dan kritik konstruktif dari seluruh stakeholder. Semua pihak diajak untuk menyampaikan saran agar sistem dapat diperbaiki bersama-sama.

Dengan penuh keyakinan, Menteri Brian menyatakan bahwa melalui kolaborasi yang solid, riset yang berorientasi hasil, dan akses pendidikan yang adil bagi semua, pendidikan tinggi Indonesia dapat menjadi motor utama kemajuan bangsa menuju Indonesia Emas 2045.

Penutup

Pidato pembukaan ini bukan sekadar seremonial, melainkan panggilan untuk bertindak. Menteri Brian mengajak seluruh perguruan tinggi Indonesia untuk keluar dari zona nyaman, berkolaborasi lebih erat dengan industri dan masyarakat, menghasilkan riset yang berdampak, dan tetap menjaga pintu akses pendidikan terbuka lebar bagi seluruh anak bangsa.

Dengan visi yang jelas, komitmen yang kuat, dan kolaborasi yang solid, pendidikan tinggi Indonesia akan menjadi jantung pembangunan yang memompa inovasi dan kemajuan ke seluruh pelosok negeri.


*Artikel ini disusun berdasarkan pidato pembukaan resmi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Brian Yuliarto pada KPPTI 2025 di Universitas Negeri Surabaya, 19-21 November 2025

Posting Komentar

0 Komentar