Inovasi sebagai Motor Ekonomi: Visi BRIN untuk Indonesia Maju



Alarm Global Innovation Index: Dari Akselerasi ke Perlambatan

Prof. Arif membuka diskusi substansial dengan menyoroti fakta mengkhawatirkan: Global Innovation Index Indonesia tahun ini turun dari peringkat 54 menjadi 55. Padahal, tiga hingga empat tahun sebelumnya, Indonesia mengalami akselerasi luar biasa dari ranking 60-an ke 54.

Salah satu faktor pendorong akselerasi tersebut adalah program matching fund yang dikembangkan kementerian untuk mendongkrak inovasi di perguruan tinggi agar dapat dimanfaatkan industri dan masyarakat.

"Inovasi ini sangat penting," tegas Prof. Arif. Ia mengutip Paul Romer dengan Endogenous Growth Theory yang menyatakan bahwa ekonomi masa depan akan ditopang oleh inovasi. Tidak ada cerita ekonomi maju tanpa inovasi.

Korelasi Inovasi dan Kemakmuran

Data menunjukkan korelasi positif yang kuat: semakin tinggi skor Global Innovation Index, semakin tinggi GDP per kapita. Negara-negara maju hampir semua bertumpu pada kekuatan inovasinya. Karena itu, tidak ada cara lain selain terus mendorong inovasi sebagai strategi nasional.

Belajar dari Jerman: Model Tiga Institut

Prof. Arif mengajak hadirin melihat pengalaman Jerman yang memiliki tiga institut penting dengan pembagian peran yang jelas:

1. Max Planck Institute
Fokus pada fundamental research (Technology Readiness Level 1-3). Contohnya adalah riset genome editing yang kemudian meraih Nobel. Institut ini menjadi fondasi penelitian dasar yang menjadi sumber inovasi jangka panjang.

2. Leibniz Institute
Bekerja pada level TRL 4-6, menjembatani antara riset fundamental dan aplikasi praktis.

3. Fraunhofer Institute
Fokus pada downstreaming dan komersialisasi. Contoh nyata adalah teknologi MP3 yang lahir dari institut ini dan kemudian mengubah industri musik global.

Posisi BRIN: Peluang dan Tantangan

BRIN merupakan hasil penggabungan LIPI, BPPT, BATAN, LAPAN, serta litbang-litbang di berbagai kementerian. Dengan konfigurasi ini, fungsi-fungsi seperti tiga lembaga di Jerman secara kelembagaan ada di BRIN.

Fokus Baru BRIN

Prof. Arif menegaskan arah baru BRIN ke depan: lebih fokus pada peran applied research, downstream, dan komersialisasi (seperti Leibniz dan Fraunhofer di Jerman). Untuk basic science, perguruan tinggi—melalui Kementerian Dikti—diharapkan mengambil peran lebih besar.

"Fasilitas-fasilitas di BRIN saatnya resource sharing dengan perguruan tinggi. Saatnya kita berkolaborasi untuk menghasilkan temuan-temuan yang membuka peluang Indonesia meraih Nobel," ujar Prof. Arif dengan penuh harapan.


Membangun Ekosistem Kolaborasi

Yang paling penting adalah membangun ekosistem kolaborasi antara pemerintah, industri, perguruan tinggi, dan masyarakat, dengan empat pilar riset:

  1. Infrastruktur - fasilitas penelitian yang memadai
  2. SDM - peneliti dan perekayasa berkualitas
  3. Pendanaan - alokasi dana riset yang memadai
  4. Agenda riset - fokus penelitian yang jelas dan terukur

Komposisi Dana Riset: Peluang dan Tantangan

Melihat komposisi dana riset di Indonesia, porsi terbesar saat ini justru ada di pendidikan tinggi, baru kemudian badan usaha/industri dan pemerintah. Ini menggambarkan bahwa perguruan tinggi adalah aktor sangat penting dalam riset nasional.

Namun ada masalah serius: kontribusi swasta dalam R&D masih minim, sekitar 12%. Bandingkan dengan Thailand, di mana belanja R&D swasta sudah mencapai sekitar 80%. Artinya, swasta besar di Thailand sangat peduli bahwa R&D harus terus didorong untuk daya saing perusahaan.

Total Factor Productivity: Tren Mengkhawatirkan

Data menunjukkan tren Total Factor Productivity (TFP) tahun 2022, 2023, dan 2024 menurun. Ini menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir, peran teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin menurun, meskipun sempat ada lompatan pada masa COVID.

"Ini menjadi PR kita bersama: bagaimana agar kontribusi teknologi dan inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi kembali meningkat, sehingga kita benar-benar menjadi innovation-driven economy," tegas Prof. Arif.

Tiga Strategi Kontribusi Nyata pada Ekonomi

Untuk memberikan kontribusi nyata pada ekonomi, Prof. Arif mengemukakan tiga strategi yang perlu ditempuh:

Strategi Pertama: Produktivitas UMKM dan Ekonomi Kerakyatan

Memajukan riset dan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing UMKM, koperasi merah putih, kampung-kampung nelayan, dan berbagai program pemerintah lainnya. Ini membutuhkan dukungan R&D yang kuat untuk sektor ekonomi kerakyatan.

Strategi Kedua: R&D Industri Besar

Memperkuat R&D pada level usaha industri dan swasta besar, melalui peran BRIN dan perguruan tinggi. Kolaborasi riset harus menghasilkan inovasi yang dapat diimplementasikan di skala industri.

Strategi Ketiga: Co-Development Teknologi Maju

Memfasilitasi co-development teknologi maju dunia agar masuk ke Indonesia melalui skema alih teknologi yang efektif.

Pelajaran dari Tiongkok: Alih Teknologi yang Cerdas

Prof. Arif memberikan contoh menarik tentang pentingnya TRK ketiga. Teknologi MRT di Jakarta memiliki jangka waktu transfer of technology selama 40 tahun. Setelah 40 tahun, teknologinya sudah berubah drastis, sementara Indonesia baru menerima alih teknologinya.

Bandingkan dengan strategi Tiongkok. Ketika pertama kali mengadopsi teknologi kereta cepat dari Jerman, mereka berkata: "Taruh dulu kereta di sini. Tiga tahun kami akan mengadopsi teknologinya dan membeli teknologi itu."

Yang terjadi? Setelah tiga tahun, Tiongkok justru berhasil mengembangkan teknologi yang lebih canggih daripada Jerman. Kereta Jerman yang ada di Tiongkok ditinggalkan; mereka tidak jadi membeli teknologinya dan malah mengembangkan sendiri.

"Model seperti inilah yang membuat Tiongkok berkembang secara eksponensial dalam pengembangan teknologi," jelas Prof. Arif. "Ke depan, siapa yang akan memastikan skema alih teknologi—berapa lama, seperti apa, dan seterusnya—dari sisi saintifik? Di sinilah tugas BRIN bersama perguruan tinggi di Indonesia."

Fasilitas BRIN: Tercanggih di Asia Tenggara

Dalam pekan pertama sejak dilantik, Prof. Arif melakukan serangkaian kunjungan lapangan untuk berdialog langsung dengan para peneliti. Ia mengunjungi beberapa fasilitas BRIN yang ternyata sangat canggih:

1. Pusat Hidrodinamika BRIN Surabaya

Terletak bersebelahan dengan ITS, fasilitas ini memiliki towing tank tercanggih di Asia Tenggara. Teknologi di sini memungkinkan pengembangan civil engineering dan coastal engineering, termasuk giant seawall yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi banjir rob di wilayah pantura.

"Kampung saya di Pekalongan tenggelam, Demak tenggelam, Semarang tenggelam, Pantura sering banjir rob. Ini butuh solusi," kata Prof. Arif dengan penuh empati.

2. Genomic Lab Cibinong

Salah satu yang tercanggih di Asia Tenggara, laboratorium ini memiliki potensi besar untuk menghasilkan varietas-varietas unggul yang bisa mendongkrak produktivitas pangan nasional.

Tujuan kunjungan-kunjungan ini adalah untuk mendengar aspirasi dan pikiran dari konstituen utama BRIN: peneliti dan perekayasa, sekaligus melihat masalah yang harus segera dipecahkan dan solusi jangka pendek yang perlu dilakukan.

Konsolidasi Riset: Horizontal dan Vertikal

Sejak awal dilantik, Prof. Arif menyampaikan perlunya konsolidasi riset dalam dua dimensi:

Konsolidasi Horizontal

Antara riset-riset di BRIN dan di perguruan tinggi, untuk memperkuat hilirisasi bagi kebijakan kementerian, BUMN, maupun industri. Kolaborasi ini akan menghasilkan sinergi yang lebih kuat daripada bekerja sendiri-sendiri.

Konsolidasi Vertikal

Memperkuat riset-riset di daerah melalui BRIDA (Badan Riset dan Inovasi Daerah). Prof. Arif mengajak perguruan tinggi di setiap provinsi, selain mengembangkan science techno park masing-masing, juga berkolaborasi dengan BRIDA agar semakin produktif dalam hilirisasi inovasi.

"Masalah banyak terjadi di daerah, maka pusat riset pun harus kuat di daerah," tegas Prof. Arif. "Kita perlu investasi besar untuk memberdayakan daerah agar menjadi hub iptek dan inovasi, khususnya untuk hilirisasi inovasi yang dihasilkan perguruan tinggi."

BRIN saja tidak cukup; kampuslah yang menjadi sumber utama riset dan inovasi unggul, sementara hilirisasinya diperkuat melalui kerja sama BRIN–BRIDA–kawasan sains dan teknologi daerah.

Mempercepat Hilirisasi: Lima Strategi Kunci

Prof. Arif menekankan pentingnya mempercepat hilirisasi melalui lima strategi:

  1. Valuasi kekayaan intelektual - menilai nilai ekonomis dari hasil penelitian
  2. Co-creation dengan mitra - mengembangkan inovasi bersama industri
  3. Berbasis permintaan dan kebutuhan nyata - riset yang menjawab masalah riil
  4. Membangun alignment kemitraan - menyatukan visi dengan berbagai pihak
  5. Memperkuat global engagement - membuka peluang pasar global

Global Engagement: Dari IPB ke Pasar Dunia

Prof. Arif berbagi pengalaman pribadinya ketika menjadi Rektor IPB. Ia mengusung konsep local-global interconnectivity yang dimasukkan ke dalam Renstra IPB lima tahunan pada tahun 2018.

"Awalnya banyak yang tidak percaya. Tapi alhamdulillah, dengan kerja keras dan mindset positif, saat ini sudah banyak produk IPB yang diekspor," kenang Prof. Arif. "Artinya, bisa. Bapak Ibu para rektor juga pasti bisa. Ini soal willpower: kemauan kuat dan kemampuan membangun kolaborasi."

Global engagement penting agar kualitas inovasi meningkat sekaligus membuka peluang inovasi Indonesia menembus pasar global.

Matching Fund: Program yang Perlu Diperkuat

Prof. Arif berharap program matching fund yang dikelola Kementerian Dikti Saintech bisa terus dimodifikasi, disempurnakan, dan diperkuat agar hilirisasi berjalan lebih cepat.

"Bagi saya, yang terpenting adalah kepentingan bangsa; siapa pun yang mengelola programnya tidak masalah, sepanjang sinergi kuat antara BRIN dan Kementerian Dikti Saintek," tegasnya dengan sikap kolaboratif.

Kawasan Sains dan Teknologi: Hub Inovasi Nasional

Beberapa kawasan sains dan teknologi dan hub inovasi BRIN saat ini telah ada di berbagai lokasi: Surabaya, Yogyakarta, Jawa Barat, Banten, DKI, Lampung, NTB, dan lain-lain. Kawasan-kawasan ini akan terus diperkuat agar benar-benar menjadi hub yang mendongkrak inovasi di masing-masing wilayah.

Manajemen Talenta Nasional: Kunci Masa Depan

Prof. Arif menyoroti pentingnya Manajemen Talenta Nasional. World Economic Forum 2025 menyebut talent management sebagai salah satu dari 10 skills kunci yang akan menentukan daya saing di masa depan.

BRIN akan menerapkan pendekatan berbasis data dalam manajemen talenta:

  • Memperkuat talent pool
  • Memanfaatkan AI untuk mengidentifikasi bakat seseorang dan kecocokan posisinya
  • Program pelatihan, reskilling, dan upskilling berbasis data dan bukti yang kuat

Peneliti BRIN sebagai Dosen

"Saya sudah menyampaikan kepada peneliti-peneliti BRIN: peneliti yang membimbing mahasiswa dan berkolaborasi riset dengan mahasiswa akan mendapat poin lebih," ungkap Prof. Arif. "Tujuannya agar BRIN dekat dengan kampus. Peneliti BRIN bisa menjadi dosen di kampus, dosen dan mahasiswa bisa melakukan penelitian di BRIN."

Ini adalah mimpi yang terinspirasi dari Max Planck Institute di Jerman, di mana meskipun milik pemerintah, semua orang di dalamnya—PhD, post-doc, profesor—semuanya berjejaring erat dengan universitas.

"Itulah mimpi kita: fasilitas BRIN diisi peneliti BRIN yang berkolaborasi dengan profesor kampus, membimbing mahasiswa. Keramaian laboratorium seperti itu menjadi modal besar untuk mendongkrak reputasi riset dan menghasilkan inovasi untuk kemaslahatan," kata Prof. Arif dengan penuh harapan.

Roadmap Kontribusi BRIN untuk Agenda Nasional

Ke depan, BRIN akan menyusun roadmap kontribusi terhadap agenda nasional di beberapa sektor prioritas:

1. Ketahanan Pangan

  • Mesin pengawet pangan canggih
  • Gudang pangan tanpa bahan pengawet kimia
  • Pengawet makanan berbasis nuklir
  • Varietas unggul untuk meningkatkan produktivitas

2. Ketahanan Air

  • Teknologi isotop nuklir untuk pengelolaan sumber daya air

3. Energi

  • Bahan baterai dari sumber daya lokal
  • Green fuel seperti bioavtur

4. Penanganan Sampah

Teknologi pengelolaan sampah yang terintegrasi

Wisdom dari Mahathir: Pertumbuhan Ekonomi dan Sampah

Prof. Arif berbagi pengalaman diskusinya dengan Mahathir Mohamad tentang berbagai isu strategis. Salah satu poin penting yang disampaikan mantan PM Malaysia itu adalah:

"Kalau Anda bicara pertumbuhan ekonomi, Anda harus bicara manajemen sampah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi timbunan sampah."

Ini menjadi refleksi penting: ketika Indonesia ingin mendorong pertumbuhan ekonomi 8%, kita harus memikirkan bagaimana mengelola sampah. Teknologi pengelolaan sampah di kampus-kampus, di BRIN, di mana-mana, perlu dikonsolidasikan agar berdampak besar.

Kesimpulan: Kolaborasi untuk Inovasi yang Berdampak

Sambutan Prof. Arif Satria menunjukkan visi yang jelas tentang peran BRIN dalam ekosistem riset dan inovasi nasional. Beberapa poin kunci yang dapat kita ambil:

  1. Inovasi adalah kunci pertumbuhan ekonomi masa depan - tidak ada negara maju tanpa inovasi
  2. BRIN tidak bisa bekerja sendiri - kolaborasi dengan perguruan tinggi adalah keniscayaan
  3. Resource sharing fasilitas BRIN dengan kampus akan mempercepat akselerasi riset
  4. Hilirisasi harus dipercepat - dari paper ke produk yang berdampak pada ekonomi
  5. Alih teknologi harus cerdas - belajar dari kesuksesan Tiongkok
  6. Konsolidasi riset horizontal dan vertikal - memperkuat ekosistem nasional dan daerah
  7. Manajemen talenta berbasis data - memanfaatkan AI untuk pengembangan SDM
  8. Global engagement - membuka peluang inovasi Indonesia di pasar dunia

Dengan kepemimpinan yang humanis, visioner, dan kolaboratif, Prof. Arif Satria membawa harapan baru bagi dunia riset dan inovasi Indonesia. Jika kolaborasi BRIN-perguruan tinggi-industri dapat berjalan optimal, mimpi Indonesia menjadi innovation-driven economy bukan lagi sekadar wacana, tetapi realitas yang dapat diwujudkan.


Artikel ini disusun berdasarkan sambutan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Arif Satria pada KPPTI 2025 di Universitas Negeri Surabaya, 19-21 November 2025.



Posting Komentar

0 Komentar